ISTRINYA GAK BISA HAMIL
Oleh : Ando Lan
Sekian lama dipake oleh Yudi, akhirnya Selvi hamil. Tapi dia gak panik! Dia malah bilang agar Selvi jangan gugurin kandungannya. Yudi bilang mau miara anak itu. Yudi ngasih tau aku bahwa Selvi udah hamil dan sekarang udah tinggal dirumahnya bareng istrinya.
Aku pun tercengang mendengarnya. Bagiku itu sesuatu yang diluar logika. Kok bisa Yudi bawa ceue yang dihamilinya tinggal dirumahnya dan istrinya menerimanya. Aku nyaris gak percaya dengan penuturan Yudi tersebut. Walaupun aku tau itulah faktanya.
Entah gimana cara Yudi melakukan pendekatan ke istrinya sehingga istrinya mau-mau aja. Aku geleng-geleng kepala bayangin itu. Lalu Yudi pun ceritain semuanya sehingga aku jadi paham permasalahan rumah tangganya. Ternyata istrinya emang bermasalah selama ini. Istrinya gak bisa hamil!
Walaupun udah berteman baik selama ini, aku memang belum tau sebelumnya soal itu. Ini baru tau karna Yudi udah membukanya. Memang sebelumnya Yudi udah pernah cerita belum punya anak. Tapi aku menanggapinya biasa aja, mungkin masalah waktu aja, pikirku.
Walaupun dia udah bilang usia pernikahannya udah jalan 6 tahun, aku gak pernah mikir yang aneh-aneh. Karna manusia cuma bisa berusaha, namun yang diataslah yang menentukan hasilnya. Apalagi aku tau Yudi suka main ceue, aku gak pernah menganggap dia couo lemah.
Selvi pun melahirkan dirumah Yudi. Dan pada satu kesempatan, aku pun main-main kesana dan melihat langsung gimana istrinya memperlakukan Selvi dan juga anak yang dilahirkan. Istri Yudi baik banget ke Selvi dan juga ke debay itu. Dia merawat dan menganggapnya sebagai anak sendiri.
Selama disana, Selvi diperlakukan sebagai saudara sendiri. Dia gak merasa tertekan atau terbebani. Dia santuy aja tinggal dirumah itu. Bahkan istri Yudi menyuruhnya agar mau tinggal bareng dia dirumah. Bukan untuk dijadiin babu, tapi untuk dianggap adek aja.
Selama tinggal dirumah itu, Selvi selalu rajin bantuin istri Yudi ngerjakan kerjaan rumah. Dia rajin masak, nyuci, nyetrika, ngepel, dll. Selvi memang orangnya baik. Dia gak pernah merasa pengen merebut Yudi dari istrinya. Bahkan dia gak pernah mikir yang muluk-muluk pengen memiliki Yudi seutuhnya.
Selvi tinggal sekitar 7 bulan dirumah itu, sebelum akhirnya dia izin pamit ke mereka berdua. Walau berat rasanya melepas Selvi, tapi istri Yudi gak bisa menahaninya. Dia paham dengan status Selvi yang perlu juga berbaur dengan dunia luar. Cari duit dan mungkin cari pasangan hidup.
Selvi pergi tapi anak yang dilahirkannya ditinggal dirumah Yudi. Itu memang permintaan istri Yudi. Dia pengen merawat dan besarin anak itu menjadi anak sendiri. Karna istri Yudi gak bisa hamil dan memiliki anak, sehingga dia mengangkat anak hasil dar4h daging suaminya dengan wanita lain menjadi anaknya sendiri.
Diluar sana, Selvi jadi ceue b15pak. Dia cari jalan pintas aja, apalagi begitu sulitnya cari kerjaan yang benar. Dan walaupun begitu, Yudi tetap sayang sama Selvi. Tanpa sepengetahuan istrinya, Yudi masih sering-sering ihik-ihik dengan Selvi. Dan sebisanya Yudi tetap bantu Selvi untuk sekedar nambah uang makan.
Hari-hari berikutnya, aku masih sering-sering main kerumah Yudi. Bahkan kadang-kadang sehabis pulang on dari club, kami udah mabuk. Karna rumahku masih jauh, Yudi menyuruh aku tidur dirumahnya aja. Aku pun bisa melihat perkembangan anak Selvi yang diasuh oleh Yudi dan istrinya.
Karna udah temanan akrab, Yudi pun gak jarang bergurau soal istrinya ke aku. Misalnya ketika kami belum pulang dari pub, dia bilang biar aku tidur dirumahnya aja. Dia pun bergurau yang menurutku agak-agak melampaui batas.
"Nanti kalau apa biar kau gantian kekamar. Biar aku keluar, kau masuk!", candanya sambil senyam senyum.
Namun aku anggap itu sebuah lelucon konyol. Tapi bukan sekali dua kali dia bilang gitu. Jujur aja kalau aku gak mau bercanda model begitu soal istriku. Jujur aja aku gak pernah berpikir sebarbar itu. Bahkan terlintas pun dibenakku hal-hal seperti itu gak pernah.
Istri Yudi emang udah dekat dengan aku. Orangnya baik dan ramah. Dia gak pernah keberatan kalau aku sering-sering kerumahnya, baik siang ataupun malam ketika pulang dari on. Dia tau aku adalah teman akrab suaminya. Yang walaupun kami akhirnya udah sama-sama resign dari tempat kerja itu, dan ngambil jalan masing-masing, kami tetap bersahabat.
Suatu ketika, Yudi khilaf melarikan duit perusahaan tempat dia bekerja. Dia pun katanya dicari Polisi suruhan perusahaannya. Aku pun ikut kena imbas dari perbuatannya. Bertubi-tubi telfon masuk ke handphoneku dari nomor-nomor baru, begitu juga telfon dari istri Yudi sendiri. Semua menanyakan keberadaan Yudi.
Aku pun bingung apa yang terjadi. Udah pasti aku bilang gak tau Yudi dimana, dan aku bilang Yudi gak ada bareng aku. Tapi mereka malah menggertakku bakal ikut diseret kalau masih menyembunyikan Yudi. Jelas sekali cara mereka ngomong udah pakai emosi. Nada suaranya udah tinggi. Mereka mendesakku segera ngasih tau dimana Yudi.
Awalnya aku menanggapi mereka dengan santuy sambil ketawa-ketawa. Yang jelas aku udah jujur, aku sama sekali gak tau Yudi dimana. Tapi mereka terus menggertakku dan bilang Polisi-Polisi mulu.
Gerah dan muak dengan gertak sambalnya, aku pun balik menggertak mereka. Dengan nada tinggi aku marah ke mereka. Aku perjelas bahwa aku gak tau kalau Yudi udah melarikan duit dari tempat kerjanya. Dan Yudi gak ngasih tau itu ke aku. Aku juga gak tau kemana Yudi pergi, Yudi gak ngajak aku.
"Kalian kira gampang main seret-seret? Kalian kira aku jadi takut dengan ancaman kalian? Selama aku gak salah dan udah jujur, apa yang aku takuti?", ucapku.
"Tapi katanya kamu teman dekatnya. Kemana-mana kalian sering barengan!", jawabnya dari sebrang telfon.
"Iya, benar! Tapi kali ini gak! Aku sama sekali gak tau dia dimana. Jangan kau kira aku ikut menikmati duit yang dibawanya itu!", ucapku.
"Jujurlah! Dari pada kamu ikut kena nanti. Soalnya Polisi udah siap nyari kamu juga!", ucapnya.
"Eh, jangan gertak aku kayak gertak anak kecil, ya. Keluargaku juga banyak Polisi yang udah pamen. Jangan kau kira aku langsung ciut, ya! Aku udah jujur kau gak percaya!", ucapku kesal.
Lalu dia terdiam gak menjawab kata-kataku.
"Pokoknya aku gak mau kalian telfon-telfon lagi. Kalian mengganggu aja. Cari aja Yudi, bukan aku!", ucapku.
Sementara istri Yudi udah nangis-nangis nelfon aku. Dia nanya baik-baik dan minta aku jujur dimana Yudi. Tapi aku benaran gak tau Yudi dimana. Istri Yudi pun percaya omonganku. Dia tau aku udah jujur. Dia pun nangis terus dengan ulah suaminya. Katanya udah banyak rekan kerjanya datang kerumah mereka.
Beberapa hari kedepan istri Yudi masih nelfon-nelfon aku untuk sekedar curhat terkait kasus Yudi. Dia sebagai istri aja gak tau suaminya dimana, karna suaminya gak pernah nelfon dia. Sementara nomor hape Yudi udah langsung gak aktif begitu dia kabur dari rumah. Aku pun berkali-kali nyoba ngecall dia tapi tetap aja gak aktif.
Seminggu setelahnya, Yudi nelfon aku pakai nomor baru. Akupun auto marah karna kesal ke dia, tapi dia ketawa-ketawa aja. Singkatnya dia ngasih tau dimana sekarang posisinya. Tapi dia bilang agar aku jangan kasih tau dulu ke istrinya. Sebagai teman baik, aku pun gak ngasih tau itu ke istrinya.
Ketika aku mau nelfon Yudi, nomor yang dipakainya menghubungi aku waktu itu ternyata udah gak aktif. Lalu berapa hari berikutnya dia nelfon aku dari nomor lain lagi. Begitulah beberapa kali dia selalu ganti-ganti nomor nelfon aku. Ya, namanya aja buron.
Tapi setelah itu Yudi juga ngaku udah nelfon istrinya, dan istrinya juga merahasiakan keberadaannya demi keamanan suaminya. Untuk berapa lama, hanya Yudi yang bisa nelfon aku, karna nomornya sebentar-sebentar akan non aktif. Dan dia gak pernah berani pulang lagi kerumah nemui istri dan anaknya.
Menurut pengakuannya, dia dikota propinsi sebelah bawa angkot. Aku nanya dia sampai kapan disana, tapi dia juga gak tau. Ketika kutanya kapan balik kesini, tapi dia masih ragu untuk pulang. Akhirnya dia terpaksa jauhan dari keluarganya. Walau begitu dia tetap mengirimkan duit ke istrinya.
Yudi sering-sering nelfon aku agar aku sesekali lihat anaknya kerumah. Dia kangen sama anaknya tapi gak bisa dilihatnya. Tapi aku merasa canggung main kerumahnya karna dia gak ada. Walaupun udah kenal baik dengan istrinya, tetap aja aku segan. Tapi Yudi selalu nyuruh dan minta tolong agar aku sesekali jenguk anaknya.
Mungkin terdengar agak aneh ya guys. Dia rindu sama anaknya tapi malah berharap dapat kabar dari aku, bukan dari istrinya. Jujur aku agak gondok juga ke dia karna selalu aja minta-minta tolong soal itu ke aku. Aku tuh orangnya segan banget kerumah dia. Walaupun istrinya gak sendirian, tapi udah ada anaknya, tapi karna masih kecil, berat aja rasanya kesana.
Akhirnya aku pun berkunjung kerumah mereka dan ketemu anak istrinya. Kami pun cerita panjang kebar soal peristiwa kemarin. Lalu kufoto-foto anaknya dan kupost di akun Facebook milik Yudi. Karna akun itu aku yang disuruh buatkan dulu, sehingga aku tetap punya akses ke akun itu. Soalnya email dan password yang kubuat gak digantinya.
Yudi sangat berterimakasih udah kirim foto-foto anaknya, sehingga rasa rindunya sedikit terobati. FYI, waktu itu belum ada android! Blackberry sih udah ada, tapi aku belum punya. Waktu itu HP-ku Nokia C3 dengan camera 2 MegaPixelnya. Lalu WhatsApp belum populer dan aku belum punya, sehingga masih sulit kirim-kirim file foto.
Besok-besoknya Yudi terus nyuruh aku lihat-lihat anaknya dan perhatikan mereka. Dia mempercayakan keluarganya ke aku, biar aku yang memperhatikan, karna dia gak bisa pulang. Jadi setiap dia nelfon pasti nanya kabar keluarganya ke aku. Dia benar-benar minta tolong agar aku bisa mengabarinya perkembangan anaknya.
Aku yang polos dan lurus gak neko-neko berbuat aja demi kebahagiaan teman. Walau awalnya rasanya berat, tapi kulakukan juga karna gak enak nolaknya. Kami ini teman baik, masa' ketika dia butuh bantuanku, aku gak bisa atau mau bantu. Itulah yang terlintas dipikiranku makanya aku usahakan aja menuruti permintaan Yudi.
Beberapa bulan kemudian, kantor istrinya pindah ke tempat lain. Sehingga istrinya kejauhan pergi dan pulang kerja. Akhirnya direncanakan pindah rumah aja ke daerah dekat kantornya. Kebetulan selama ini mereka masih ngontrak-ngontrak ditengah kota. Lalu Yudi pun nelfon aku minta tolong bantu istrinya angkat-angkat barang.
Jujur aku keberatan karna menurutku itu merepotin. Sebenarnya aku tolak permintaan Yudi itu, tapi dia terus-terusan nelfon dan berharap aku mau bantu istrinya. Dia kuatir aja gimana istrinya pindah rumah dengan bawa anak kecil. Itulah alasan dia mengapa selalu berharap agar aku bersedia bantu.
Sekali lagi walau hatiku berat, tapi aku gak bisa nolak. Aku merasa gak enak ke Yudi, karna dia udah mempercayakan keluarganya ke aku. Dia bisa lebih tenang kalau aku mau nemani istrinya pindah dari rumah lama kerumah baru. Ya, jadinya aku temani aja istrinya packing barang-barang, bantu pick up barang-barang ke mobil, dan unboxing lagi dirumah baru.
Aku udah kayak sang suami ketika itu. Padahal aku cuma seorang teman sang suami. Aku sih gak pernah mikir yang macam-macam karna aku ini adalah laki-laki baik-baik. Bagi aku kalau teman ya teman, kalau bantu ya bantu. Gak lebih dari situ. Jujur aja waktu itu aku agak malu sih dan merasa kaku. Ya, gimana gak, aku temanin istri orang pindah rumah tanpa dia, suaminya.
Ketika sedang beres-beres dirumah itu, kami pesan nasi bungkus aja dari rumah makan. Kami makan bertigalah ceritanya. Aku, istri Yudi, dan anaknya yang masih umur 3 tahun. Entah apa yang ada dipikiran Yudi di kejauhan sana. Dan entah apa yang ada di pikiran istrinya saat itu. Kalau dipikiranku sih dongkol aja.
Selesai
Lanjut dengan judul : "TERJADI SESUATU YANG DIINGINKAN"
Komentar
Posting Komentar