π˜½π™„π™‰π™„ π™Šπ™π˜Όπ™‰π™‚ π™ˆπ™€π™ˆπ˜Όπ™‰π™‚ π™‡π™€π˜½π™„π™ƒ π™ˆπ™€π™‰π˜Όπ™‰π™π˜Όπ™‰π™‚

Oleh : Ando Lan


Aku memang punya pacar seorang ceue cantik. Namun secara s3ksual aku lebih horni liat body seksi bini orang dari pada gadis muda belia.

Hal itulah yang membuat aku jadi piaraan Tante-tante. Sebenarnya gak bisa di bilang piaraan sih, soalnya aku juga bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Namun waktu luangku hanya ku habiskan dengan Mba Dini, seorang Tante-tante yang kehausan s3ks.

Mba Dini sebenarnya punya rumah tangga yang jelas. Suaminya seorang Pol1s1 dan dia sendiri punya usaha boutique dan berbagai bisnis online.

Dulunya Mba Dini seorang bidan. Namun dia gak lagi menggeluti bidang itu sekarang. Dia udah lama gak aktif di dunia kesehatan itu.

Awalnya aku cuma iseng aja nemani Mba Dini, dan gak kepikiran masuk terlalu jauh ke kehidupannya.

Namun akhirnya aku pun jadi nyaman dan terlena oleh kenikmatan yang dia suguhkan. Apalagi cuan pun selalu lancar mengalir ke aku.

Mba Dini sendiri udah punya anak 2 dan udah SMP keduanya. Namun apem hangat Mba Dini begitu empuk dan ngangenin.

Mba Dini sengaja milih operasi cecar ketika melahirkan anaknya, biar apemnya rapet dan tetap menggigit.

Aku yang udah keranjingan rimming apemnya, selalu ngerimming setiap kami melakukan hubungan intim.
Dan Mba Dini juga terus terang bilang, dia suka apemnya di rimming lama-lama.

Mba Dini pun meronta-ronta ketika itu kulakukan ke dia. Apalagi aku semakin ganas aja merimming itunya. Mba Dini pun selalu bisa klimax kubuat.

"Masukin, sayang!", ucapnya begitu dia merasa cukup di rimming.

Aku pun langsung aja masukin batang kemaluanku menerobos ke dalam goa miliknya.

"Aaaaahhh! Sayaaaang! Aduh.... Aahhhh..!!!"

Setelah ku preteli tubuhnya dan ku kerahkan berbagai style, Mba Dini pun lemas.

"Keluarin cepat, sayang!", rintihnya.

Lalu aku pun memacu kudaku.

"Owhhhh....ohhhh.... ohhh.......!"

Pertama kali melakukannya dengan dia, aku cabut batangku sebelum nembak, lalu ku tumpahkan ke gundukan apem hangatnya.
P3juhku pun belepotan di j3mbutnya dan juga menggenang di cekungan pusarnya.

Ronde kedua di hari yang sama, aku tumpahin di mukanya. Dia pun dengan cepat menyapukan p3juhku ke seluruh wajahnya bagaikan lagi facial.

Dan hari berikutnya, aku tumpahin ke payud4ranya. Mba Dini juga menyapukan cairan putih kental itu ke kedua put1ngnya.

Lalu crotku yang berikut pakai kondom. Mba Dini tau kalau selalu crot di luar, pasti mengurangi rasa nikmat bagiku. Sehingga kami pun sepakat biar pake pengaman aja.

Tapi kadang-kadang kami mengakhiri permainan kami dengan 69. Setelah sekian lama menghantam lobang m3ki Mba Dini, kami pun udahan.

Lalu kami cuci-cuci ke kamar mandi. Lalu kami lanjutin saling oral. Aku memang begitu lahap merimming lobang m3ki Mba Dini. Lalu akhirnya aku crot di dalam mulut Mba Dini.

Sayangnya, Mba Dini gak pernah mau nelan air m4niku. Dia sih suka aku crot di dalam rongga mulutnya, namun cairan itu selalu dia buang tanpa pernah berani nelan.

Awal-awal hubungan kami, kami selalu curi-curi kesempatan nges3ks di hotel. Jadi kami bisa main 3 kali seminggu secara rutin.
Lalu frekuensi itu pun lama-lama berkurang jadi 2 kali seminggu. Lalu jadi sekali seminggu aja.

Sampai kini, hubungan terlarang kami udah jalan 3 tahun, kami rutin bers3tubuh sekali seminggu ke hotel.

Jujur aku sangat menikmati hubungan ini. Aku sangat nyaman bareng Mba Dini.
Awalnya aku heran, kok nafsu Mba Dini kuat banget ya. Apa gak dapat jatah lagi di rumah.

Ternyata benar dugaanku. Katanya Pak Juliandi memang udah lemah di ranjang. Tapi Mba Dini sangat mencintai suaminya lahir bathin. Sehingga dia gak pernah mempermasalahkan urusan ranjang itu.

Dia gak pernah menunjukkan kekesalannya, kekecewaannya, dan ketidak puasannya terhadap suaminya. Dia tau suaminya sayang banget ke dia, perhatian ke keluarga, dan juga ke anak-anak.

Dia menghargai suaminya yang cukup terpandang dan terhormat di kalangan masyarakat, di lingkungan tempat tinggal mereka, dan di institusinya.

Untuk menyiasati itulah makanya dia bermain di belakang suami tercintanya. Suaminya gak perlu tau dia kurang puas secara bathin. Biarlah kepuasan itu dia dapatkan dari laki-laki lain, dalam hal ini dari aku.

Menurut aku, apa yang dilakukan Mba Dini masih manusiawi. Kalau bicara salah dan dosa, pasti iya. Namun kita gak perlu munafik seakan sipaling suci.

Dan apa yang dilakukan Mba Dini udah tepat. Karna gimana pun, sebagai wanita normal, dia masih membutuhkan sentuhan kasih sayang dari seorang pria.

Ketika itu gak bisa di dapatkannya dari suami yang sangat di cintainya, maka Mba Dini pun mencarinya lewat lelaki lain.

Dia gak perlu marah-marah gak jelas ke suaminya. Dia gak perlu membuat suaminya merasa bersalah. Dia gak perlu menceraikan suaminya.

Dan walau pun Mba Dini selingkuh di belakang suaminya, dia tetap mencintai suaminya seperti sedia kala. Bahkan makin mencintainya dari sebelumnya.

Bahkan Mba Dini menunjukkan rasa cinta yang lebih lagi ke suaminya. Dia tampil lebih romantis dan lebih penurut ke suaminya.

Aku pun mengenal sosok Pak Juliandi sebagai orang yang baik dan humble. Setiap ketemu denganku dia senyum yang ramah dan memanggilku dengan panggilan dek.

Tapi dia gak tau kalau aku adalah selingkuhan bininya. Aku dan Mba Dini juga gak mau menunjukkan bahwa kami berdua dekat. Suaminya gak boleh tau kalau kami begitu kompak.

Tapi Mba Dini pernah bilang ke aku, biar aku kompakin suaminya sampai bisa akrab. Dia juga ngasihtau kalau suaminya baik dan humble.

Dia bilang aku harus berteman dengan suaminya. Biar aku bisa main-main ke rumah mereka.

"Aku jamin kamu pasti bisa deketin suami aku. Pokoknya kalian harus berteman yang akrab!", demikian Mba Dini mengucapkannya.

"Suami aku tuh orangnya baik ke semua orang. Dia gak milih-milih berteman. Kompakin aja. Coba minta nomor hapenya dan telpon-telpon.", tambahnya.

Mba Dini menambahkan, apabila nanti aku berhasil kompak ke suaminya dan udah bisa main-main kerumahnya, kami akan tetap menjaga sandiwara kami pura-pura gak kenal. 

Bahkan aku harus tampak segan, sopan, dan sedikit bicara dengan Mba Dini. Biar gak sedikit pun Pak Juliandi punya feeling apa-apa soal aku dan dia.

"Biarlah kalian yang berteman. Jadi kamu kayak temannya suamiku!", ungkapnya.

Singkat cerita, aku pun berhasil berteman kompak dengan Pak Juliandi. Lalu setiap perkembangannya pasti ku laporkan ke Mba Dini.

Mba Dini pun senang dan mengajariku supaya sering-sering nelpon suaminya dan minta kopdar.

Lalu beberapa kali kami pun kopdar di kedai kopi, warung makan, dan di polr3s tempatnya bertugas.

Lalu atas suruhan Mba Dini, aku pun bilang ke Pak Juliandi agar besok-besok mau datang main-main kerumahnya.

Rencana itu pun berjalan mulus semulus pantat bayi.
Aku pun akhirnya menyambangi kediaman Pak Juliandi dan juga Mba Dini.

Di depan suaminya, Mba Dini nampak santun dan memberiku salam tanpa menyentuh tanganku, karna aku bukan muhrimnya.

Dia melipat/merapatkan kedua telapak tangannya dan menaruhnya didada sambil menunduk.

Pak Juliandi memang benar-benar orang baik. Walau umur kami terpaut 25 tahun lebih, namun dia gak gengsi berteman dengan seorang anak muda yang bukanlah seprofesi dengannya. 

Bahkan aku bukanlah seorang yang kerja mapan. Tapi dia gak malu sama sekali. Bahkan dia menganggapku sebagai anak angkatnya di perantauan ini.

Mba Dini pun sangat senang melihat aku dan suaminya kini udah bersabahat. Sehingga aku pun makin sering-sering bertandang ke rumah mereka.

Entah mengapa Mba Dini harus merencanakan semua itu. Menurut aku dia gak perlu melakukannya.

Cukuplah kami ketemuan diluar dan melakukan hubungan s3ksual di hotel sana.
Toh kami juga bisa sering-sering bers3tubuh di kamar hotel selama berjam-jam.

Menurut aku cukuplah kami kompak hanya dengan cara sembunyi-sembunyi. Gak perlu aku harus masuk ke tengah-tengah rumah tangga mereka, walaupun sebagai anak angkat.

Aku gak ngerti isi kepala Mba Dini. Tapi aku menuruti aja apa kata dia. Dia bilang biar lebih afdol hubungan kami.

Dia belum merasa puas kalau aku belum bisa makan bareng dengannya dirumahnya sendiri. 

Dia bilang dia pengen aku bisa ikutan mencicipi masakannya, duduk santuy di ruang tamunya sambil nonton TV dan bercerita-cerita di teras rumahnya.

"Itu saking cintanya aku samamu. Aku pengen kamu bisa menikmati kebahagiaan di rumahku.", ucapnya.

Meski aku sempat menolak dengan mengatakan itu gak perlu. Tapi Mba Dini terus membujukku menuruti kata-katanya. Dan akhirnya semua rencana Mba Dini pun berjalan mulus.

Pak Juliandi sering nelpon aku untuk misalnya bersantap malam bareng mereka. Baik itu mau makan dirumah atau pun mau makan bareng ke restaurant.

Aku juga sering di panggil untuk misalnya bantu nyetel channel TV atau check sound system dirumahnya.

Aku juga sering belajar main piano di rumahnya. Pokoknya aku udah kayak saudara baru atau anak angkat bagi mereka berdua.



Selesai



Komentar

Postingan populer dari blog ini

π™†π™€π™‰π˜Όπ™‹π˜Ό π™‡π™€π™ƒπ™€π™π™‰π™”π˜Ό π˜½π™€π™‚π™„π™π™?

AKU SENGAJA PULANG KERUMAH PADA SAAT JAM KERJA

TERNYATA ISTRIKU SELINGKUH DENGAN BAINAR